Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

The Adams - Konservatif

Gambar
Siang kusaksikan engkau terduduk sendiri dengan kostummu yang berkilau dan angin sedang kencang-kencang berhembus di Jakarta Dan aku 'kan berada di teras rumahmu saat air engkau suguhkan dan kita bicara tentang apa saja Siang lambat laun telah berganti malam dan kini telah gelas ketiga jam sembilan malam aku pulang personal notes: One of my favorites. It reminds me of the moment when I visited my ex (she was my girlfriend back then) for the first time. For me, this song describes romantic chemistry at its finest in some way. This song was really a hype in 2005 or 2006. I'm not really sure to remember when exactly it released. But one thing for sure, this song was included in a collaboration album of original soundtrack of "Janji Joni", a debut movie for Joko Anwar as a director. Both film and soundtrack list are really magnificent and highly recommended. It offers you a truth about how's life going exactly in Jakarta especia

Stagnansi Iteratif

Saat kita semua masih kecil dan ingusan, kita sering terburu-buru berkata bahwa kita ingin cepat dewasa. Sayangnya banyak dari kita yang menyesalkan perkataan itu, termasuk saya. Menarik mundur garis kehidupan, apa yang bisa kita lakukan untuk kembali ke dimensi waktu yang telah terdistraksi. Lebih ekstrim lagi, pertanyaan-pertanyaan soal kehidupan dan gugatan pada Tuhan soal hidup yang kian tergelincir dalam sebuah keadaan yang chaotik. Saya sejujurnya ingin mengembalikan ke waktu di mana tak ada yang perlu saya cemaskan sama sekali. Kadang ketika tua telah mendatangi fitrahnya, kehidupan dewasa yang jadi angan semenjak dulu terlihat tak menarik lagi, bahkan cenderung memuakkan Saya ingin kembali ke dalam momen di mana saya tak harus hadir di sini. Saya ingin kembali ke dalam momen di mana saya tak harus memikirkan apapun selain diri saya sendiri. Persetan dengan lingkungan, karena saya hidup dalam konteks kehidupan saya sendiri. Terlalu banyak masalah dengan lingkungan me

Air Mata di Hang Nadim

angin berderai mengembang menyatu menerbangkan bulir-bulir debu dan deru menghinggapi turun di kalbu semu lihat camar yang bermain-main sembilu aku terduduk termangu berpangku kenapa? kenapa tak ada rumput yang bergoyang sekedar menyapa menghapus hujan yang datang mata berdebu berangin pipi terluka bak air melarut sembilu ke mana? ke mana angin yang tak tertawa marah menghujam hitam melegam ibu dan ayah memanggil masuk pulang ke rumah adik nan ramah menggugah hujan hujan perlahan ramai begitu deras berarus turun perlahan dari gunung yang tandus muka tak sabar untuk dikembangkan meski akhirnya tetap mengkerut bersemut lama tak jumpa begitu jumpa angin tak bersua datang lembayung suatu ketika bermandi nirwana sesaat saja Tuhan datang membelai lihat hijau perlahan meramai kursi nan rapat datang bersama embun yang memeluk kaca senja itu di bandara aku sendiri merana.