Air Mata di Hang Nadim

angin berderai mengembang menyatu
menerbangkan bulir-bulir debu dan deru
menghinggapi turun di kalbu semu
lihat camar yang bermain-main sembilu
aku terduduk termangu berpangku
kenapa?
kenapa tak ada rumput yang bergoyang
sekedar menyapa menghapus hujan yang datang
mata berdebu berangin
pipi terluka bak air melarut sembilu
ke mana?
ke mana angin yang tak tertawa
marah menghujam hitam melegam
ibu dan ayah memanggil masuk pulang ke rumah
adik nan ramah menggugah hujan

hujan perlahan ramai
begitu deras berarus
turun perlahan dari gunung yang tandus
muka tak sabar untuk dikembangkan
meski akhirnya tetap mengkerut
bersemut

lama tak jumpa
begitu jumpa angin tak bersua
datang lembayung suatu ketika
bermandi nirwana sesaat saja

Tuhan datang membelai
lihat hijau perlahan meramai
kursi nan rapat datang bersama embun yang memeluk kaca
senja itu di bandara
aku sendiri merana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass