Refleksi Tsunami

Hari ini adalah hari yang paling tidak ingin diulangi oleh seluruh orang Aceh,
hari ini, 8 tahun lalu, saya baru akan memutuskan pindah sekolah
dari sebuah sekolah semimiliter di Cikarang ke Bandung
dan hari itu, seperti biasa, kami sekeluarga selepas shalat maghrib
berkumpul di ruang TV
dan saya kebetulan sedang mendapatkan jatah pesiar hari itu
yang saya manfaatkan untuk pulang ke rumah
utamanya ingin menengok adik bungsu saya yang saat itu baru berusia dua tahun
saya sedang bercanda dengan adik bungsu saya tersebut ketika
raut muka ayah dan ibu saya menjadi tegang
seketika saya ditegur oleh ayah saya untuk merendahkan suara saya
adik tertua saya, Meutia, saat itu juga sedang ada di ruang TV

sekelebat kemudian saya tahu ada sesuatu yang serius tengah terjadi
Ayah dan ibu saya benar-benar menatap ke layar TV
tanpa suara, tanpa bergeming
ayah bahkan berdiri dari tempat duduknya untuk mendekati TV

hal yang terjadi kemudian, Ibu saya dengan panik meraih gagang telepon rumah
dan berusaha menghubungi keluarga besarnya yang kebanyakan ada di Suak Bakung, Aceh Selatan
beberapa kali ibu saya mencoba menelpon tetapi tidak bisa terhubung
Ayah saya masih tetap tak bergeming dari tempatnya berdiri untuk menyaksikan
rekaman tsunami dahsyat di TV,
rekaman amatir dari saksi mata saat itu, Cut Putri.

Ibu saya tak bisa menyembunyikan rasa paniknya
adik bungsu saya tentu tidak paham
tapi saya betul-betul paham bahwa sesuatu yang serius tengah terjadi

Saya pun melihat rekaman langsung
dari proses terjadinya gempa di hari minggu pagi itu
gempa terbesar yang pernah saya lihat
dan bahkan hingga kini, gempa skala 9 richter lebih itu pun
masih salah satu yang terburuk dalam sejarah gempa di Indonesia

beberapa menit kemudian telepon dari ibu saya masuk,
saya tak ingat siapa yang menjawab telepon ibu saya, tapi orang tersebut
menyebutkan bahwa kondisi saudara-saudara ibu saya, utamanya nenek saya, aman dan selamat
ibu saya menjadi sedikit agak tenang.

8 tahun berlalu dan rekaman itu menjadi kengerian natural bagi kami semua, orang Aceh
saya pun yang hanya menyaksikan kedahsyatannya melalui footage milik Cut Putri itu
juga masih bergidik ngeri.
hingga saat ini, ketika tayangan itu diputar tiap tahun pada peringatan Tsunami
saya masih merasakan bulu kuduk berdiri.

Lagu Dodoaidi yang kerap diputar berulang-ulang ketika footage itu ditayangkan
menjadi lagu kematian bagi kami
padahal sejatinya itu adalah lagu yang kental dengan nuansa perang
ketika Aceh masih dilanda konflik
tapi kalau mendengar lagu itu,
perasaan saya masih bercampur antara ngeri dan sedih yang dalam.

8 tahun berlalu,
Aceh mulai melakukan rekonstruksi besar-besaran dan mulai menjadi surga bagi para pendatang
sektor bisnis berkembang cepat
bantuan dari LSM asing mengalir deras
mendadak begitu banyak orang asing berkeliaran di Banda Aceh

positifnya,
posisi tawar GAM, baik secara militer maupun diplomatik melemah
Alm. Hasan Tiro yang kian menua ditambah jumlah simpatisan yang menurun drastis
memaksa GAM beradu tawar di Helsinki
dan melahirkan MoU Helsinki yang tersohor itu
saya bisa bilang, MoU Helsinki adalah scripture terpenting di Aceh pasca tsunami setelah Quran

8 tahun berlalu,
Aceh masih dalam tahap rekonstruksi
Tsunami benar-benar membekas hingga seluruh elemen masyarakat bersatu
untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk berdasarkan pengalaman pahit di 2004 lalu
pembangunan bangunan mulai mempertimbangkan aspek konstruksi anti gempa
yang diadopsi dari teknologi Jepang.
Mahasiswa-mahasiswa Aceh banyak dikirim untuk mempelajari secara detil segala aspek-aspek
yang dibutuhkan Aceh untuk merevitalisasi ulang segala yang telah hancur
Tiap ruas jalan dilengkapi dengan panduan jalur evakuasi tersingkat apabila terjadi peringatan dini.

Hasilnya lumayan menggembirakan,
dengan segala yang telah tertata rapi, gempa kini dapat diatasi dengan siap dan tenang
konstruksi anti gempa pun turut berkontribusi meminimalisir kerugian material ketika gempa terjadi

Namun, sisi positif berjalan beriringan dengan sisi negatif
eks kombatan-kombatan yang maniak perang melihat peluang kembali
untuk mendominasi dan menjalankan imperialisme berkedok syariah
seketika mantan Panglima-panglima dan meuntroe-meuntroe (menteri-menteri) GAM
bergelimang harta yang tak jelas asal-usulnya
mobil-mobil mewah berkeliaran
sedangkan pasukan-pasukan grass root eks GAM hidup dalam ketidakmapanan
pesakitan-pesakitan inilah, dengan bermodalkan pucuk senjata tersisa, yang mulai menjadi api dalam sekam
menjadi para pelaku kriminal
hingga yang paling saya takutkan mereka akan berpotensi menjadi pembunuh-pembunuh bayaran
mengingat suhu politik yang semakin memanas

8 tahun berlalu,
saya masih menyimpan impian untuk kembali ke Aceh
dan mengabdi dengan segala yang saya punya.
mungkin 4-5 tahun lagi, saya tidak tahu
tapi bukankah setinggi-tingginya bangau terbang, pasti kembali ke kubangan juga
begitupun dengan saya.

Hari ini, semoga tetap diingat
untuk semua jiwa-jiwa yang pergi
untuk segala dosa-dosa yang terkubur ombak besar
untuk segala ketamakan dan keangkuhan yang pergi bersama air bercampur kayu dan paku
agar hal-hal itu tak kembali muncul lagi saat ini

aamiin.

Saleum,

Riki Akbar



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass