Bandung

Semua orang tahu Bandung,
Lebih-lebih saya yang menghabiskan waktu sekitar 17 tahun di sana.
Banyak perubahan di sana-sini yang dilakukan oleh para petinggi kota untuk semakin mempercantik wajah Bandung
kebanyakan perubahan tersebut saya akui berada pada poros yang benar
Namun banyak perubahan-perubahan tersebut yang bersifat terlalu mercusuar dan telanjang
terlalu hedonik dan metropolis sehingga seolah-olah
Bandung adalah kota alternatif Jakarta
yang lebih mengejutkan lagi,
perubahan-perubahan tersebut memunculkan wacana
untuk menyertakan Bandung masuk ke dalam proyek kota satelit Jakarta
seperti halnya yang telah terjadi pada Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bogor.

Pendatang kian banyak dan berasal dari beragam ras dan agama
menjadikan Bandung menjadi lebih heterogen dibanding awal tahun 2000-an
sektor bisnis industri kreatif menggeliat kuat
belum lagi eksploitasi media massa terhadap potensi wisata belanja dan kuliner
menjadikan Bandung sebagai tujuan melepas penat
menjadikan Bandung sebagai pintu belakang Jakarta

Dulu, awal 2000-an ketika saya masih duduk di kelas 6 SD,
Udara dingin menjadi ikon Bandung
ketika saya dipaksa masuk pukul 06.15 untuk mengikuti program pemantapan
udara dingin benar-benar menusuk ke tulang. secara harfiah.
benar-benar dingin.
sehingga 'asap dingin' yang keluar dari mulut ketika kita berbicara
adalah sebuah pemandangan yang lazim.

Sampai awal 2000-an
Bandung masih mempertahankan predikatnya sebagai Parijs van Java
benar-benar kota yang tepat bagi muda-mudi untuk memadu kasih
sudut-sudut kota yang terkesan retro tapi elegan
menghadirkan kenangan-kenangan eksotik namun kuat
bagi beberapa orang, termasuk saya
Belum lagi kabar soal perempuan-perempuan asli Bandung yang tersohor karena kecantikannya
dan memang itu bukan isapan jempol semata
mereka memang cantik. memang cantik.

Tapi, kini.
bedak yang dipakaikan pada Bandung sudah terlalu tebal.
Mall sudah berdiri terlalu banyak dan terlalu megah.
Jalanan kian padat berbaur dengan polusi udara pekat yang hinggap pelan-pelan
Kembang yang merupakan titel kebanggaan Bandung, sudah mulai terhitung dengan jari.
Bandung pun hilang kemekarannya
Terlalu banyak pendatang menyingkirkan penduduk asli hingga terpaksa menepi
Budaya Sunda perlahan lepas pelan-pelan
berganti dengan hedonisme dunia yang dibawa para pelancong Jakarta.
berganti dengan individualistis yang telah menghinggapi Jakarta.

Saat pulang ke Bandung Juli lalu untuk mengambil Transkrip nilai.
Saya bahkan hampir tak mengenali Bandung yang dulu.
Investasi yang meledak di sana-sini
cukup untuk menghadirkan kegemparan perubahan yang terlalu masif.
Braga yang tak lagi lengang
Asia Afrika yang tak lagi ramai lancar
BuahBatu yang kian kisruh
dan Dago yang kian tenggelam dalam kelam kehidupan malam.
Jalanan-jalanan yang berlubang namun tetap disesaki orang dan kendaraan.


Sejujurnya saya rindu Bandung yang dahulu,
membelai memori bagi sebagian orang termasuk saya.
Di Bandung, saya menemukan cinta
Di Bandung pula saya berkali-kali merana
Di Bandung, teman dan kerabat berserakan
Di Bandung, saya merasa seperti di kampung halaman kedua.
Dan ketika harus meninggalkan Bandung, setidaknya untuk waktu yang lama
saya benar-benar dirundung pergolakan batin
untuk melepaskan keindahan dan kerinduan yang saya hamparkan di kota ini selama 17 tahun.
Saya rindu Bandung yang dahulu,
Saya rindu Bandung yang tenang dan ramah,
Saya rindu Bandung yang bersahabat,
Saya rindu Bandung, Saya terlalu rindu Bandung.

Dalam rangka hari jadinya inilah,
saya memanjatkan asa untuk Bandung kita,
Bandung yang kelak ramah pada moda transportasi massal,
Bandung yang kelak kembali sejuk dan segar di pagi hari,
Bandung yang kelak menjadi kota neraka bagi para individualis
Bandung yang kelak mengembalikan titel Parijs van Java-nya
Bandung yang hijau dan bermartabat.
Bandung yang memorable.
Bandung yang berpihak pada budaya-budaya asli Sundanya
Bandung yang jauh dari pertikaian antara sesama
Bandung yang terbuka namun tetap tenang
Bandung yang damai.

Bandung sudah terlalu cantik, Bandung memang sudah terlahir cantik
Bandung tak butuh bedak tebal yang memekatkan kulitnya
menghapus dan menutup semua kecantikannya
saya rindu Bandung yang dahulu.

Komentar

  1. makasih ki, sudah menulis ini. sy juga rindu dengan Bandung yang dulu. Dengan kabut yang benar-benar turun. Dengan sinar matahari yang menyelusup hangat. Dengan warga Bandung yang santun. Sy bukan warga Bandung tulen, tp sy rindu Bandung yg dulu..

    BalasHapus
  2. Sama ud, kita semua rindu Bandung yang dulu. Baru terasa kalau kita benar-benar meninggalkan Bandung. Ane juga bukan warga asli Bandung sih, itungannya pendatang juga. Tapi jauh lebih nyaman hidup di Bandung yang dulu.

    BalasHapus
  3. waduh ane sdih gan baca nya T.T
    mantap nih ente bakat jadi penulis gan suer . :2thumbup

    ane juga rindu kota bandung yang dlu

    BalasHapus
  4. Terima kasih gan udah mau mampir.
    Semoga Bandung jadi lebih baik ke depannya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Sandwich Generation My Ass