Relativistik Perspektif Kebenaran dan Proporsinya

Teman saya suatu saat berkata: ke mana pun kamu pergi, kamu tidak akan pernah bisa lari dari matematika. Hal itu terlontar ketika saya dan dia (teman saya) mengintimidasi salah seorang teman lain yang benar-benar mencari jurusan yang sama sekali tidak membutuhkan matematika di dalamnya. Saya jamin, tidak ada bidang yang benar-benar bisa lari dari matematika. Sebutkan pada saya suatu bidang yang tidak memerlukan matematika di dalamnya maka saya akan mudah menyebutkan suatu argumen dan fakta yang akan meng-counter opini-opini yang menurut saya adalah opini pengecut.

Apa maksud paragraf di atas. Saya menyerahkan pada anda untuk menginterpretasikan sebebas-bebasnya. Namun, ketika saya menulis paragraf di atas, yang saya maksudkan di sini adalah ketika anda meyakini sesuatu, anda begitu terbuka dan merdeka untuk benar-benar meyakini sesuatu tersebut adalah kebenaran. Namun sayangnya, suka tidak suka kebenaran anda bersifat kontekstual. Menurut anda mungkin kebenaran yang anda yakini ialah kebenaran hakiki dan bersifat universal sehingga harus dapat diterima oleh semua kalangan. Adalah sah-sah saja anda meyakininya. Namun yang menjadi masalah di sini adalah ketika anda memaksakan apa yang anda yakini benar agar juga dapat diterima sebagai kebenaran oleh orang lain, tanpa proses pemahaman dan pencarian mandiri.

Saya, anda, kita semua (yang beragama) tentu yakin tidak ada kebenaran absolut kecuali Dzat yang kita yakini sebagai Tuhan, Yang tidak berawal dan tidak berakhir. Itulah kebenaran satu-satunya yang absolut, setidaknya menurut saya. Lebih spesifik lagi, saya dan anda memiliki agama tempat kita berafiliasi yang mungkin saja membedakan persepsi kita dalam memahami eksistensi Tuhan. Saya dengan yakin beriman pada Allah sebagai Tuhan saya. Anda yang katolik mungkin mengimani konsep trinitas sebagai fondasi Ketuhanan anda. Saya berhak untuk menyatakan anda keliru dan anda pun berhak untuk menyatakan saya keliru. Tapi saya meyakini apa yang saya yakini, begitu pun anda. Dengan ini, anda dan saya menjadi tidak berhak untuk memaksakan apa yang anda dan saya yakini kepada saya atau anda. Jadi dalam setiap kemerdekaan, kebebasan berpendapat, hak-hak asasi manusia, selalu ada sekat yang menjaga interpretasi terhadap hal-hal tersebut tidak meluas dan tetap pada biliknya. Dengan begitu harmonisasi tetap terjaga dan bahkan menghilangkan gesekan potensial. Hidup bukan untuk membuktikan siapa yang benar, siapa yang salah, atau siapa yang menang, siapa yang kalah. Hidup diisi dengan apa yang anda yakini sebagai yang benar dan tentu tidak memaksakan "kebenaran anda" pada orang lain sekalipun fakta-fakta ilmiah mendukung anda sepenuhnya dalam menentukan suatu yang benar. Sekalipun begitu, saya pastikan anda tidak punya sedikit hak pun untuk memaksa orang lain membenarkan apa yang anda benarkan.

Jadi, ketika anda tidak suka matematika, janganlah mencari-cari alasan untuk menguniversalkan kebencian anda terhadap matematika. Ketika anda tidak suka seni dan sastra, janganlah mencari-cari alasan universal untuk membuktikan premis anda mengenai keburukan seni dan sastra. Jadikan kebencian itu menjadi sesuatu yang personal dan terkastomisasi. Anda boleh mengkristalkan kebencian tersebut hingga memunculkan rasa mual yang sangat dalam hati anda, tapi tetap jaga itu untuk tetap pada konteks personal. Dengan begini, segala sesuatu berada pada tempatnya dan harmonisasi sekarang bukan wacana belaka.

Adalah hak anda untuk meyakini bahwa Tuhan tidak ada. Tapi jangan tolong paksa saya untuk menjadi seperti anda. Sama halnya, saya pun tidak akan memaksa anda untuk meyakini bahwa Tuhan itu ada. So, tetaplah berada pada jalur yang anda yakini masing-masing. Kita hanya menunggu waktu untuk pembuktian dan uniformisasi konsep kebenaran yang telah ditentukan oleh Yang Maha Benar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass