Udara di Kamar

Berkebalikan dengan Raja Midas yang meletakkan sakti pada tangannya, tangan hamba yang berjelaga debu dan minyak tanah menumpahkan segala hal yang hendak disentuhnya.

Rasa iba dan kasihan yang menyeruak muntah lalu dimamah dengan cepat. Rasa sesak yang ditelan bulat-bulat menghempaskan napas yang berat dan tumpah di jalanan yang ramai dengan mobil yang berlalu-lalang.

Serta evaporasi kenanaran yang menjuntai bergelantungan di langit yang biru namun mendung. Topeng keriangan yang pelan-pelan retak namun tetap tegar menempel pada muka yang hancur.

Roda-roda tetap berputar, lampu-lampu tetap menyala. Serakan lara yang berantakan di atas aspal jalan yang dingin, diacuhkan seolah tak ada.

Fenomena yang sama terus berulang ditutup oleh tirai-tirai pengampunan dan maaf yang memadamkan asapnya.

Ruang-ruang dada yang kapalan, mata penat yang lesu dan berat. Topeng tetap dipakai walau retakannya kian lebar. Dipaksakan hingga entah kapan akan terjatuh berpencar.

Bangunlah, demi pertunjukan yang sama.


London, 18 September 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass