I Don't Have to Put a Title for This, Do I?

Disclaimer: No secret in this following story. I don't even have time for writing properly. So, this post you are about to read, this is what it is. Readers discretion is advised.


Jadi hari ini sebagaimana hari lainnya dari tanggal 21 September 2020, saya ikut PK. PK baru selesai, istri nelfon. Buru-buru langsung leave zoom meeting padahal Panitia baru ngucapin salam penutup, ngetik balesan di whatsapp web, dan buru-buru ngambil HP yg sedikit ngelag buat ngescroll ke atas nerima telfon. Begitu diangkat, dimatiin sama istri. Naruh hape lagi, ditelfon lagi sama istri, kali ini video call. Oke, accept video call. Muka istri udah ketekuk. saya lupa persis kalimatnya tapi kira2 begini dialognya.

Istri (I): Kamu ngapain?

Saya (S): Baru selesai PK

I: Kok bisa ngepost? (mungkin dia liat postingan kelompok PK di instagram yang ada kolase foto-foto pserta, YANG PASTINYA ADA CEWENYA - I'm writing this on purpose)

S:Itu postingan tugas kelompok (I didn't even write my own caption. I just simply did copy-paste it)

I: Oh

S: Kamu marah?

I: Enggak (pay attention closely, Muka ditekuk), yaudah mau jalan ini.

S: Javam***-nya gimana? udah dibalikin? Bukannya dari tadi bilangnya jalannya?

I: Ada Alfan. Enggak, ini baru mau jalan 

S: (seeking affirmation) Kamu marah?

I: Enggak. Fatih, nih Ayah (Reaching out to my son, camera was aimed to my son who was busy playing around).

S: ...

I: yaudah jalan dulu, dadah...(muka masih ditekuk, not even a smile for me)

S: ... (telfon ditutup)


Pada poin ini, saya benar-benar kesal. Mungkin untuk memberikan konteks, Bayangkan istri Anda marah kepada Anda bahkan untuk hal yang Anda tidak tahu salah anda di mana. Pada titik ini, saya benar-benar kesal. Begitu susahnya menunjukkan kalau kita tidak brengsek, setia pada istri, namun tetap bergaul secara wajar dengan lingkungan kerja atau, dalam konteks kasus saya, lingkungan PK. 

Saya cuma menarik nafas panjang dan berfikir. Saya tidak salah, seringkali dituduh salah. Saya tidak pernah proaktif mendekati perempuan manapun setelah saya menikah. Tapi istri saya selalu mempermasalahkan hal-hal yang menurut saya aneh.

Yasudahlah

Cuma mau sedikit berkeluh kesah saja.

Mungkin pelajaran buat Anda yang belum menikah. Menikah tidak seindah visualisasi kita ketika masih pacaran. Yet, saya tetap mencintai istri saya dengan kejudesannya itu. Saya cuma ingin memberikan gambaran bahwa menikah tidak melulu soal yang indah-indah. Menikah juga soal bagaimana bersabar melalui situasi yang saya hadapi. situasi yang saya anggap aneh sekalipun.


I love you, Teta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass