Mengemis Pengakuan

Sosial media akhir-akhir ini telah mengaburkan kenyataan dunia sehari-hari kita
Ia perlahan memutus untaian hawa pertemanan dan menyalakan sekam permusuhan
Perilaku kita semakin terdegradasi dengan perilaku meminta pengakuan atas apa yang kita lakukan
sebegitu menyedihkannya kita?

Tanpa satu foto makanan lezat nan mahal pun yang terunggah ke sosial media, kita masih bisa merasakan kesempatan langka untuk membiarkan makanan-makanan mahal bersarang di perut kita.
Lalu, mengapa begitu penting untuk mengumumkannya secara luas?

Tanpa satu foto pre-wedding yang indah, teduh, dan romantis pun, pernikahan-pernikahan itu toh akhirnya terlaksana secara sah dan dihadiri banyak saksi hidup yang dapat mencerita ulang kebahagiaannya.
Lalu, mengapa begitu penting untuk menyebarluaskan privasi kita?

Tanpa satu foto wisuda pun, ijazah tetap akan mampir ke dalam arsip akademik kita.
Lalu, mengapa begitu penting untuk membanjiri linimasa dengan gambar-gambar kita berbungkus toga?

Tanpa satu foto sertifikat keahlian pun yang diunggah, kita tetap dinyatakan lulus dalam sertifikasi itu.
Lalu, mengapa begitu penting menyebarluaskannya di hadapan khalayak maya?

Sosial media telah membunuh kita pelan-pelan
menjadikan sifat-sifat tercela yang kita kenal secara tekstual dahulu sebagai sesuatu yang lumrah dan dianggap selaras dengan kekinian dan progresi zaman.

Nilai-nilai kerendahan hati samar-samar terbungkus oleh hasrat ingin pamer di depan umum agar kita merasa diakui, mendapatkan penghormatan.
Sebegitu gila hormatnyakah kita?

Siapa diri kita sebenarnya dalam sosial media.
Sampai-sampai kita tak lagi benar-benar mengenal diri kita sendiri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass