Quarter-life Crisis

Beberapa minggu kemarin saya menyaksikan sebuah hegemoni tentang hukuman mati. Kronologis yang cukup lengkap disajikan oleh seluruh media sehingga saya dapat memvisualisasikan dengan baik apa yang dirasakan para terpidana. Dan sejak kejadian itu, ada satu hal yang mengganjal saya: kematian.

Sejak saat itu, saya jadi sering berpikir tentang kematian. Tiba-tiba saya merasakan kengerian. Tiba-tiba saya menjadi takut untuk bepergian, Sedikit paranoid terhadap perjalanan jauh. Saya membayangkan hal-hal yang tidak ingin saya bayangkan. Dahi saya berkeringat dingin tapi saya tak ingin membicarakannya dengan orang lain. Maka, ketakutan itu saya pendam sendirian.

Lalu, kecemasan saya berkembang menjadi kecemasan akan ketidakpastian masa depan. Saya tiba-tiba menjadi cemas apabila saya tidak berhasil mewujudkan impian-impian saya di masa depan. Anda tidak bisa membayangkan betapa ngerinya perasaan saya. Saya seperti berjalan di lorong yang temaram dengan begitu pekat kabut menghadang.

Saya mulai membayangkan apa yang akan saya tinggalkan ketika saya harus berpulang. Saya mulai membayangkan seperti apa kehidupan setelah mati. Saya mulai membayangkan keindahan surga seperti yang digambarkan di Al-Quran sembari bergidik ngeri membayangkan sadisnya siksaan Neraka

Saya mulai membayangkan diri saya yang menjadi tua. Menghadapi takdir yang dihadapi orang tua saya sekarang: Ditinggalkan oleh anak-anaknya. Saya takut menjadi tua.Ya, saya takut ketika saya harus menghadapi kenyataan bahwa suatu saat anak-anak saya akan lari memulai kehidupan baru dan meninggalkan saya dan istri saya. Walaupun itu semua bahkan belum terjadi sekarang.

Ada kesepian yang mengerikan.

Ada ketidakpastian yang mencekam.

Saya menjadi lebih sering tertegun dan merenung. Tak ada kata-kata yang bisa mewakili saya saat ini selain cemas dan ngeri.

Dan secara tidak sengaja hari ini saya mendengarkan lagu John Mayer : Stop This Train


Sembari mendengarkan lagu tersebut, saya kemudian dihadapkan oleh hasil pencarian yang mungkin mengungkapkan bahwa saya terkena Quarter-life Crisis. Secara bersamaan saya pun menemukan bahwa ayah saya juga terkena Midlife Crisis.

Saya tidak tahu kapan kengerian ini akan berakhir. Tapi, kengerian ini membawa saya memikirkan banyak hal dan membayangkan kengerian-kengerian yang sebagian mulai menghampiri orang tua saya. Saya menemukan bahwa diri saya belum benar-benar siap untuk memasuki fase dewasa dan meninggalkan masa-masa post-teen saya. Entahlah, Saya tak bisa mengungkapkan kengerian itu dengan cara yang spesifik pada Anda. Tapi, jujur saya benar-benar takut terhadap masa depan yang akan menghampiri dan segala konsekuensi logisnya. 

Sejujurnya, saya mengharapkan apa yang diharapkan John Mayer pada lagunya di atas: Hentikan Kereta Waktu yang terus berjalan. Dengan demikian, saya dapat kembali ke masa kanak-kanak saya dan tak harus tunduk pada laju kehidupan yang terus maju dengan kecepatan yang relatif meningkat. 
Saya takut menjadi tua. Saya takut meninggalkan masa muda saya. Mencoba meyakinkan diri saya sendiri, bahwa saya akan berumur panjang meskipun saya tak pernah dan tak pernah akan tahu kapan saya berakhir. Semua dilakukan untuk menghalau kengerian-kengerian ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass