Papan Lapuk

Ke mana kami mengadu
ketika para aparat berbaju cokelat muda datang dengan buldozer-buldozer mini
dan hancurlah piring-piring hasil keringat kami
dan hancurlah kayu-kayu penopang harapan akademis kami

Ke mana kami harus pergi
ketika tugas yang tak tercetak dan tak ada lagi deru mesin fotokopi murah
ke mana kami melepas penat selepas kuliah
ketika remang-remang dalam warung sederhana tak ada lagi
ketika tripleks-tripleks lapuk yang tak lagi bisa kami singgahi

Ke mana lagi kami mengadu
sedang kami terlalu sibuk memangku guru
ke mana lagi kami mengadu
ketika perut perih dan uang yang tak kunjung datang terkirim
ke mana sambal murah di balik lapak-lapak semipermanen yang hilang
ke mana mereka semua kalau hari ini lapak sudah rata jadi tanah

Ke mana kami mencari sebatang rokok
ke mana kami menyeruput kopi  di tengah malam
ke mana kami harus tertawa berdua bersama pacar-pacar kami
ke mana kami harus tergelak tersenyum rendah ketika toga sudah tertancap di kepala kami

Bertahun-tahun, pak satpol
kami diam, kami senang, kami berkembang
mengapa tak dari dulu
ketika mesin fotokopi belum mendarat
dan deru asap rokok yang tak sekental sekarang
siapakah yang ada di balik buldozer-buldozer mini, Pak Pol?

Sekarang,
kampus belakang rata dengan tanah
sepi dan kosong tanpa nyawa tiap kali kami melintas
riuh rendah suara muda-mudi di tamansari
terdengar tidak terlalu bernyawa
kecuali keindahan semu
dan titipan pesan tirani dalam papan yang hancur
air mata kami tak bisa mengganti lagi

10 Januari 2013,
Pembongkaran kios belakang ITB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass