Pria Berhati Emas itu Bernama Morosini

Piermario Morosini (Courtesy bleacherreport.com)
 

12 April 2012,
Seorang pemain terlunta-lunta di atas lapangan hijau,
memberi isyarat pada sang pengadil bahwa ia lemas dan tak cukup kuat untuk melanjutkan pertandingan,
wasit tak bergeming, namun rekan-rekan setimnya panik
mereka mengusap muka
mata-mata mereka berubah menjadi mata-mata yang nanar diliputi kegelisahan
semua mata itu kini menatap pada lelaki yang terlantarkan itu
lelaki itu terkapar, diam
kini semua mata bertatapan dan angin kerisauan menyelimuti tiap orang yang hadir pada pertandingan itu
Ya, angin kerisauan yang kini berubah menjadi tangis selamat tinggal, selama-lamanya.

Pria itu bernama Piermario Morosini.
Meninggal dikarenakan cardiac arrest di atas lapangan hijau,
tak lama setelah insiden mengerikan yang menimpa Fabrice Muamba di Inggris.
Seketika orang berebut ingin tahu siapa sosok Morosini sebenarnya
Dan seketika seluruh penonton dan aktivis sepakbola memberikan penghormatan tertinggi
Bahkan Antonio "Toto" Di Natale tak kuasa menahan tangis melihat ajal yang menjemput juniornya tersebut.

Morosini bukanlah seorang bintang yang luar biasa.
Lahir di Pescara, Italia, ia meniti karir di Atalanta, sebuah klub dengan prestasi biasa-biasa saja di Italia
waktunya banyak dihabiskan di klub-klub semenjana
hingga ajal menjemputnya ketika itu, ia tengah berseragam Livorno.
Ironisnya, ia meninggal ketika berhadapan dengan tim tempat kelahirannya, Pescara.

Dia bukan sosok terkenal seperti mendiang Robert Enke yang memutuskan untuk bunuh diri beberapa tahun lalu,
Dia tidak setenar Simoncelli yang meninggal di dalam arena balap motor tersohor itu.
Dia mungkin bukan pemain selevel Antonio Puerta yang meninggal ketika membela Sevilla
Tapi, apa yang ada di balik kehidupannya, itulah yang menjadikannya legenda.

Morosini kehilangan ibunya pada tahun 2001. Umurnya hanya 15 tahun ketika itu.
Seakan tak cukup musibah yang menimpanya, ia resmi menjadi yatim piatu dua tahun berikutnya setelah ayahnya wafat.
Sudah cukup? Belum.
kakak laki-lakinya kemudian meninggal karena bunuh diri.
Setelah rentetan kisah pilu itu, Morosini hidup berdua dengan kakak perempuannya yang menderita cacat.

Rentetan musibah itu tak membuatnya menjadi cynical, atau apatis dalam menjalani hidup.
Melalui testimoni orang-orang terdekatnya, kita akhirnya mengetahui
betapa Morosini merupakan pribadi yang sederhana dan ringan tangan
jauh dari hedonisme yang kerap kita identikkan dengan kehidupan pesepakbola Eropa.
Mino Favini, eks pelatihnya ketika ia bermain untuk Atalanta, mengatakan
Morosini memiliki hidup yang kurang beruntung,
tapi ketidakberuntungannya telah membentuk pribadinya menjadi seorang pria fantastis.
"Pria Berhati Emas", begitulah ungkapan Favini untuk sang pesepakbola. haru.

Di Natale, yang sangat terpukul akan kepergian juniornya tersebut,
berkomitmen untuk menanggung biaya hidup kakak Morosini yang menderita cacat.
Akhir yang fantastis untuk seorang pria yang memang fantastis.

Kalau si bengal Balotelli saja terharu dan belajar dari kisah ketidakberuntungan Morosini.
Mengapa saya tidak.
Dia hanya tiga tahun lebih tua daripada saya ketika ia meninggal,
tapi meninggalkan jejak panjang nan kekal di hati orang-orang terdekatnya.

well, saya tidak sefantastis Morosini. Tapi legenda tentangnya memang membekas bagi kita semua yang semula tidak tahu siapa dia.
Toh, tak ada salahnya belajar hidup dari "Pria Berhati Emas" itu.
Kita memang tidak beruntung.
Tapi, sebaiknya kita tidak merepotkan dan menjadi masalah bagi orang-orang yang ada di sekitar kita.
Morosini memperlihatkan kilau sejatinya
meski tertutup lumpur pekat yang membuat pilu mata kita.
Setidaknya seperti itu.

These are the things that change your life, but at the same time make you so angry and help you achieve what was also a dream of my parents
(Piermario Morosini 1986-2012)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass