Menunggu

Ibu saya pernah berkata betapa saya begitu mirip dengan ayah saya.
Dari ujung rambut, raut muka, hingga panjang kuku jari jempol kami bahkan benar-benar mirip
Tak hanya itu, saya pun memang tak bisa mengelak untuk dibanding-bandingkan dengan ayah
karena memang kenyataan bahwa saya terlahir sebagai anaknya, itu merupakan fakta absah

Tapi, saya jelas tidak mirip dengan ayah soal cinta
terkecuali soal respek kami yang tinggi terhadap perempuan
Ayah saya begitu mencintai ibu saya secara nyata dengan perbuatan, tanpa lisan
Sedangkan saya, saya lebih agresif dibanding ayah saya
saya lebih agresif dalam lisan dan perbuatan, yang mungkin membuat jengah perempuan-perempuan yang saya dekati.
Negatifnya, kadang saya lebih rapuh daripada ayah.
Pengaruh hidup di tengah-tengah perempuan di keluarga saya,
saya sadari saya menjelma menjadi laki-laki yang terlalu sensitif
terlebih lagi, kebodohan saya yang acapkali kumat ketika saya jatuh cinta
mengundang kritik keras, utamanya dari ibu saya.

So, bicara soal itu.
Kalian yang membaca tulisan mendayu-dayu saya di sini
sebenarnya bisa menilai betapa tidak stabilnya kondisi saya, secara fisik dan psikis
ketika saya benar-benar jatuh cinta
sebagian menganggap saya gila, sebagian -dengan ungkapan lebih halus- menyebut saya memiliki kelainan jiwa
Toh, saya tidak ingin menghapus posting-posting tersebut - yang bagi sebagian orang merupakan hal yang memalukan
Saya ingin menulis secara jujur sekaligus menjadikan tulisan-tulisan itu sebagai dokumentasi hidup
menjadi cermin untuk belajar di masa depan

sepanjang tulisan di blog ini,
hanya satu perempuan yang memang tidak akan pernah habis menginspirasi saya
wina, satu-satunya perempuan yang saya tunggu tiga tahun belakangan
benar-benar mempengaruhi lahirnya sisi melankolis yang dominan pada diri saya
satu hari saya jatuh pada pengharapan
lain hari saya terkapar dalam lingkup kerelaan - mungkin lebih tepat disebut pasrah
percayalah, tidak ada satu hari pun sejak Maret 2009
tanpa kehadiran sosok dia dalam hidup saya, dalam berbagai medium
melalui mimpi, melalui sosok fisik yang nyata, hingga imaji dan mimpi

dan dia, wina, beberapa hari yang lalu hadir lagi
melalui email dia menanyakan kabar saya,
mungkin dia tidak pernah tahu betapa gilanya saya ketika membaca email tersebut
tertawa girang di kamar semalaman
senang bukan kepalang
inilah momen yang saya tunggu
sudah lama saya ingin menghubungi dia, tapi beberapa waktu lalu dia sedang bersama laki-laki lain
yang saya asumsikan adalah kekasih barunya.
So, dengan segala hormat, saya tak ingin mengganggu hubungan orang, so, saya urungkan niat menghubunginya ketika itu
plus, saya masih memendam kekhawatiran bahwa dia masih menyimpan marah pada saya.

tapi dengan hadirnya email tersebut beberapa hari lalu,
saya pikir saya masih memiliki peluang untuk berekonsiliasi, mengembalikan yang telah lama hilang
saya berkata, ini memang waktunya,
dan tentu saya tak ingin menghilangkan momentum dengan percuma
tapi, seperti biasa kebodohan ketika saya jatuh cinta kembali kumat
saya lupa menanyakan nomor teleponnya.

Tak ingin melewatkan momentum, saya kirim email pada pagi harinya, sekedar menanyakan nomor teleponnya, kalau boleh. (Saya berasumsi dia sedang sendiri, so saya memutuskan untuk bergerak seperti dulu lagi)
satu hari penuh saya menunggui email yang ternyata tak kunjung datang.
saya benar-benar tak sabar untuk mengetahui apa responnya.
seandainya dia respon dengan memberikan nomornya, maka saya bertekad akan benar-benar memperbaiki hubungan yang dulu rusak,
tapi seandainya dia tidak berkenan atas hal itu, saya akan mundur pelan-pelan
dan kembali dalam posisi menunggu, berharap ada mukjizat suatu saat untuk dapat kembali bersama dia

Tapi tak ada respon
saya bingung apa yang mesti saya lakukan.
Dan seperti yang saya bilang, kebodohan saya kumat, kegilaan saya menjadi
saya begitu takut kehilangan momentum
saya pikir, masih ada jalan: facebook.
Ya, saya kembali mengirimkan permintaan pertemanan lewat medium itu.
Tapi, hingga post ini ditulis tak ada lagi kabar darinya
baik soal email balasan maupun notifikasi accepted friend request dari facebook.

Sekarang,
saya kembali ko mode default saya, pasrah.
pasrah dan hampir menyerah. Tapi, selama belum ada kepastian, saya akan terus menunggu.
menunggu memang benar-benar tidak menyenangkan
tapi, apakah anda punya pilihan lain ketika anda benar-benar tidak bisa lari dari perempuan yang anda cintai?
Bagi saya, selalu ada pilihan untuk mencari orang baru.
Tapi hati saya tak mau.
Jadi, saya putuskan untuk menunggu lagi, entah kali ini untuk berapa lama lagi. Tapi, saya akan menunggu
Sampai benar-benar terucap secara langsung
bahwa dia tidak ingin lagi bersama saya, maka saya akan berhenti menunggu
dan memilih untuk hidup sendiri.

It might sounds naive. But for a moment I'm quite sure that she's the one.

Saat ini, kalau anda bertanya apa keinginan yang paling saya hendaki,
saya sejujurnya ingin kembali bersama dia seperti dulu,
inilah jawaban jujur dari hati saya yang benar-benar tak bisa ditawar.
dan dalam kondisi seperti ini, otak saya sering tidak berfungsi dengan benar,
rasio mengalah pada perasaan.

Hari-hari berikutnya mungkin akan kembali seperti hari-hari sebelumnya.
Setiap saya hendak tidur, saya akan browse namanya di Google
untuk  memastikan dia baik-baik saja,
Setiap saya ingin menutup mata, saya yakinkan diri saya selalu ada harapan dalam situasi tersulit sekalipun
dan inilah yang menolong saya untuk hidup hingga hari ini
yang saya lakukan adalah memastikan agar harapan itu selalu ada dan hidup ketika saya bangun di pagi hari

Tanpa harapan dan obsesi seperti itu,
saya akan mati, mungkin secara harfiah, mungkin juga secara konotatif.
bukankah menjalani hidup tiap hari tanpa harapan sama saja dengan hidup tapi mati suri
so, inilah yang sedang saya lakukan.

Mungkin, meski kemungkinannya kecil, apabila wina membaca ini.
saya cuma ingin dia tahu, bahwa ada pria yang benar-benar jatuh dalam cinta yang obsesif pada dirinya
bahkan ketika dia sendirian, selalu ada saya yang akan berdiri di pihaknya.
dan tulisan kali ini dalah pengakuan saya kesekian kalinya
tentang betapa saya mencintainya dan membutuhkannya
secara harfiah.
secara harfiah.

saya akan selalu menunggu.
Tak peduli orang menganggap saya sebagai pecundang yang menyedihkan, saya tidak peduli.
Selama masih ada waktu untuk menunggu, saya akan selalu menunggu.
Tak peduli pada kenyataan betapa menyedihkannya kondisi saya, saya akan selalu menunggu.
selalu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fakta dan Cerita di Balik Lagu-lagu OASIS

Bandung

Sandwich Generation My Ass