Argo: Oscar was Absolutely Robbed!
courtesy: argomovie.warnerbross.com |
Ketika Academy Award 2013 memunculkan nama Argo sebagai Film Terbaik, pikiran jahat
saya bekerja dan menyatakan bahwa Oscar telah dirampok oleh Ben Affleck dengan film biasa-biasa
sajanya itu. Hampir tak ada nilai pembeda yang ditawarkan Argo selain melalui kejadian nyata pembebasan beberapa orang warga
negara AS pada saat revolusi Iran meletus. Saya masih bersyukur para juri Oscar
masih sedikit waras dengan memberikan kategori sutradara terbaik pada Ang Lee lewat Life of Pi-nya.
Trailer
Saya tidak mengerti aspek penilaian sinematografi
jadi saya tidak memperhatikannya secara detil. Meskipun begitu, saya dan
beberapa penonton lain akan setuju bahwa sinematografi film ini biasa saja dan
tidak memiliki nilai lebih. Secara kasat mata, angle-angle kamera tidak begitu impresif dan menghasilkan view yang biasa-biasa saja. Akting? Saya
harus secara jujur hampir tidak ada aktor di film ini yang berhasil berorgasme
mengeluarkan kemampuan aktingnya. Saya pun harus mengakui bahwa saya bersyukur
kategori Aktor Pendukung terbaik jatuh kepada Christoph Waltz lewat Django
Unchained. Saya sudah menonton filmnya dan untuk ukuran sebuah film Quentin Tarantino, Django Unchained benar-benar underrated.
So, Waltz deserved it.
Ben Affleck berakting biasa saja. Saya harus
akui dia merupakan salah satu aktor paling monoton yang pernah saya lihat.
Kalau anda lihat beberapa film sebelumnya yang melibatkan Affleck (Pearl
Harbor, Armageddon), anda tidak akan pernah bisa melihat perbedaan, variasi,
dan bahkan terlebih lagi improvisasi akting. Standar dan flat.
courtesy: slantmagazine.com |
Lalu, apa yang bisa dibanggakan dari Argo? Bagi saya, hampir tidak ada. Fluktuasi
ritme plot yang dibangun sangat membosankan akan secara jelas membuat penonton
biasa keluar dalam 10-15 menit dari bioskop. Simpel saja, penonton seperti saya
tidak akan melihat misi besar dan point dari film ini yang membuat penonton tetap
bertahan di tempat duduk. Akting para aktor yang terlalu standar itu jelas
kasat mata dan tak perlu dibahas lebih jauh lagi. Score film ini juga tidak
bagus-bagus amat dan tidak impresif. Bandingkan dengan seteru film ini di
kancah Oscar kemarin: Django Unchained,
Zero Dark Thirty, dan bahkan Life of Pi.
Satu-satunya bagian di mana saya tetap duduk menontonnya dengan sabar adalah
bagian akhir film ini ketika Para kru Argo
terlibat kejar-kejaran dengan aparat Bandara Iran dan seperti film Amerika
umumnya, berakhir dengan bahagia dan dramatis. Dari keselarasan skenario dengan
peristiwa nyata yang diangkat, terdapat sedikit missing point khususnya tentang kesan menampilkan superioritas CIA
dan inferioritas pemerintah Kanada. Tapi, menurut saya masih dalam batasan
wajar mengingat Hollywood benar-benar
lihai dalam memanipulasi sejarah lewat film (if you know what I mean). Last but not least, Dari segi dialog sama
sekali tidak maksimal padahal ini bisa jadi senjata dari film-film bertemakan real event seperti ini.
Well, apapun itu, tulisan ini murni hanya personal review saya. Anda boleh setuju
atau tidak setuju dan bagi saya itu tidak masalah. So, Ar-go-fuck-yourself!
Komentar
Posting Komentar